Minggu, 22 April 2012

4.4. Bagaimana Caranya Berpikir Menang???


Jadi, bagaimana caranya sih? Bagaimana sih kamu bisa turut bersukacita? Bagaimana sih kamu bisa tidak rendah diri terhadap cewek tetangga yang punya pakaian mewah? Bagaimana sih kamu bisa menemukan solusi terhadap masalah-masalah agar sama-sama menang?

Boleh saya berikan dua petunjuk: Menangkan kemenangan pribadimu dulu dan hindari tumor kembarnya.


1. Menangkan Kemenangan Pribadimu Dulu 1
Semuanya dimulai dari kamu sendiri. Kalau kamu benar-benar tidak tentram dan belum membayar harga untuk memenangkan kemenangan pribadi, akan sulit berpikir Menang/Menang. Kamu akan merasa terancam oleh orang lain. Akan sulit turut bersukacita atas keberhasilan mereka. Akan sulit membagi pengakuan atau pujian. Orang-orang yang tidak tentram mudah cemburu. Percakapan berikut antara Doug dengan pacarnya adalah gejala umum orang yang tidak tenteram:

“Amy, siapa tuh cowok yang barusan ngobrol sama kamu?” tanya Doug.
“Oh, dia teman baik yang sama-sama dibesarkan sama aku”, kata Amy.
“Jangan bergaul sama dia ya”, kata Doug.
“Doug dia kan cuma teman lama. Kami satu sekolah dasar dulu”.
“Aku tidak peduli sudah berapa lama kamu kenal dia. Pokoknya jangan terlalu ramah sama dia”.
“Bukan apa-apa kok. Ia sedang ada masalah dan cuma butuh teman”.
“Kamu setia sama aku atau enggak sih?”
“OK Doug. Kalau kamu begitu, aku takkan bicara lagi sama dia”.

Kamu  bisa lihat tidak, betapa sulitnya Doug berbesar hati dalam situasi ini selama ia sendiri tidak tenteram dan secara emosional tergantung pada pacarnya? Doug harus mulai dengan dirinya sendiri. Sementara ia memasukkan simpanan ke RBP-nya, bertanggung jawab atas hidupnya sendiri, dan menyusun rencana, kepercayaaan diri serta ketentramannya akan meningkat dan dia akan bisa menikmati orang lain ketimbang merasa terancam. Ketentraman pribadi adalah landasaan untuk sikap Menang/Menang.

2. Hindari Tumor Kembar 2
Ada dua kebiasaan yang, seperti tumor, bisa merusak kamu perlahan-lahan dari dalam. Mereka kembar dan namanya kecenderungan bersaing dan membanding-bandingkan. Boleh dikata tidak mungkin berpikir Menang/Menang kalau ada mereka.

- Kecenderungan Bersaing

Persaingan bisa sangat sehat. Persaingan mendorong kita untuk lebih baik,berupaya ekstra. Tanpa persainga kita tidak akan pernah tahu seberapa jauh kita bisa mendorong kemampuan kita. Di dunia bisnis persaingan membuat perekonomian kita makmur. Kemuliaan Pertandingan Olimpiade adalah soal kesempurnaan dan persaingan.

Tetapi ada sisi lain terhadap persaingan yang tidak menyenangkan. Dalam film Star Wars, Luke Skywalker menemukan suatu perisai energi positif yang disebut “daya”  yang memeberikan hidup kepada segalanya. Belakangan Luke mengahadapi Darth Vader yang jahat dan menemukan “sisi gelap” dari daya itu. Seperti yang dikatakan Darth, “Kamu tidak tahu sih daya sisi gelap itu”. Begitu juga dengan persaingan. Ada sisi cerahnya dan sisi gelapnya, dan keduanya sama-sama kuat. Bedanya begini: persaingan itu sehat kalau kamu bersaing terhadap diri sendiri, kalau itu menantang kamu untuk mencapai lebih tinggi, dan mengerahkan segala kemampuan kamu. Persaingn menjadi gelap kalau kamu kaitkan harga dirimudengan kemenanganatau kalau kamu menggunakannya untuk memposisikan dirimu diantara orang lain.

Ketika membaca buku berjudul The Inner Game of Tennis karyya Tim Galwey, saya temukan kata-kata yang mengungkapkannya dengan tepat. Tulis Tim:
 Kalau persaingan digunakan sebagai cara menciptakan citra diri, dibandingkan dengan orang lain, yang terburuk dalam diri seseorang akan muncul: maka rasa takut dan frustasi yang biasa menjadi sangat berlebihan. Seolah-olah ada yang percaya bahwa hanya dengan menjadi yang terbaiklah, hanya dengan menjadi pemenanglah, mereka baru bisa mendapatkan kasih serta hormat yang mereka cari-cari. Anak-anak yang selalu diajarkan untuk mengukur diri mereka begini sering kali menjadi orang dewasa yang terdorong oleh dorongan meraaih sukses yang membayangi segala hal lainnya.

- Kecenderungan Membanding-bandingkan
Kecenderungan membanding-bandingkan adalah saudara kembarnya kecenderungan bersaing. Dan sama ganasnya. Membanding-bandingkan dirimu dengan orang lain hanyalah kabar buruk. Mengapa? Karena kita semua berada dalam jadwal perkembangan yang berbeda-beda. Secara sosial, mental, dan fisik. Karena itu semua memang dipanggangnya beda, hendaknya kita tidak terus menerus membuka pintu oven-nya untuk melihat seberapa baik kue kita dibandingkan dengan kue tetangga, karena bisa-bisa kue kita tidak berkembang sama sekali. Walaupun ada orang yang seperti pohon poplar, yang tumbuh seperti ilalang begitu ditanam, yang lain adalah seperti pohon bambu, yang tidak kelihatan pertumbuhannya selama empat tahun tetapi kemudian tumbuh sembilan puluh kaki dalam waktu lima tahun.

Saya pernah mendengarnya digambarkan begini: Hidup ini seperti perjalanan yang penuh hambatan. Masing-masing orang punya jalannyasendiri terpisah dari jalan orang lain. Jalanmu dilengkapi dengan hambatan-hambatannya sendiri yang dirancang khusus untuk pertumbuhan pribadimu. Jadi, apa gunanya mengintip tetanggamu atau melihat hambatan-hambatannya dibandingkan dengan hambatan-hambatanmu?

Membangun hidupmu berdasarkan pada bagaimana kondisimu dibandingkan orang lain tidak bijaksana. Kalau saya mendapatkan ketenteraman saya dari fakta bahwa nilai GPA saya lebih tinggi daripada kamu atau teman-teman saya lebih populer dari pada kamu maka bagaimana jadinya jika seseorang muncul dengan nilai GPA lebih tinggi atau dengan teman-teman yang lebih populer? Membanding-bandingkan diri kia dengan orang lain membuat kita merasa seperti gelombang lautang diombang-ambingkan oleh angin. Kita naik turun, merasa rendah diri suatu saat dan merasa super saat berikutnya, merasa percaya diri suatu saat dan merasa terintimidasi saat berikunya. Satu-saatunya perbandingan yang baik adalah membandingkan dirimu terhadap potensimu.

Saya suka cara Paul H. Dunn mengungkapkannya dalam pidatonya berjudul “On Feeling Inferior”.
Telah saya perhatikan bahwaa setiap harinya kita temukan saat-saat yang mencuri harga diri kita. Mereka itu tidak terhindarkan. Ambillah majalah apa saja; akan kamu lihat orang yang tampak lebih sehat, lebih ramping, atau lebih keren pakainnya ketimbang kamu. Lihatlah ke sekelilingmu. Selalu ada saja, seseorang yang tampaknya lebih cerdas, lebih percaya diri, lebih bertalenta. Malah, setiap harinya kita diingatkan bahwa kita kurang talenta tertentu, bahwa kita membuat banyak kesalahan, bahwa kita tidak sempurna dalam banyak hal. Dan ditengah-tengah semuanya ini, sungguh mudah untuk percaya bahwa kita tidak cukup memenuhi syarat untuk hal-hal besar, melainkan inferior dalam hal-hal tertentu yang tersembunyi.
Kalau kamu mendasarkan harga dirimu, perasaan berhargamu, pada apapun di luar kualitas hati, pikiran, atau jiwamu, kamu mendasarkannya pada pijakan yang sangat labil. Memang, kita bukan yang terkaya, yang paling bijaksana, yang paling cerdik. Memangnya kenapa?                            

Sumber: The 7 HABITS of Highly Effective TEENS, Sean Covey.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar