Jadi, bagaimana caranya sih? Bagaimana
sih kamu bisa turut bersukacita? Bagaimana sih kamu bisa tidak rendah diri
terhadap cewek tetangga yang punya pakaian mewah? Bagaimana sih kamu bisa
menemukan solusi terhadap masalah-masalah agar sama-sama menang?
Boleh saya berikan dua petunjuk:
Menangkan kemenangan pribadimu dulu dan hindari tumor kembarnya.
1. Menangkan
Kemenangan Pribadimu Dulu 1
Semuanya dimulai dari kamu sendiri.
Kalau kamu benar-benar tidak tentram dan belum membayar harga untuk memenangkan
kemenangan pribadi, akan sulit berpikir Menang/Menang. Kamu akan merasa terancam
oleh orang lain. Akan sulit turut bersukacita atas keberhasilan mereka. Akan
sulit membagi pengakuan atau pujian. Orang-orang yang tidak tentram mudah
cemburu. Percakapan berikut antara Doug dengan pacarnya adalah gejala umum
orang yang tidak tenteram:
“Amy,
siapa tuh cowok yang barusan ngobrol sama kamu?” tanya Doug.
“Oh,
dia teman baik yang sama-sama dibesarkan sama aku”, kata Amy.
“Jangan
bergaul sama dia ya”, kata Doug.
“Doug
dia kan cuma teman lama. Kami satu sekolah dasar dulu”.
“Aku
tidak peduli sudah berapa lama kamu kenal dia. Pokoknya jangan terlalu ramah
sama dia”.
“Bukan
apa-apa kok. Ia sedang ada masalah dan cuma butuh teman”.
“Kamu
setia sama aku atau enggak sih?”
“OK Doug. Kalau kamu begitu, aku takkan
bicara lagi sama dia”.
Kamu
bisa lihat tidak, betapa sulitnya Doug berbesar hati dalam situasi ini
selama ia sendiri tidak tenteram dan secara emosional tergantung pada pacarnya?
Doug harus mulai dengan dirinya sendiri. Sementara ia memasukkan simpanan ke
RBP-nya, bertanggung jawab atas hidupnya sendiri, dan menyusun rencana,
kepercayaaan diri serta ketentramannya akan meningkat dan dia akan bisa
menikmati orang lain ketimbang merasa terancam. Ketentraman pribadi adalah
landasaan untuk sikap Menang/Menang.
2. Hindari
Tumor Kembar 2
Ada dua kebiasaan yang, seperti tumor,
bisa merusak kamu perlahan-lahan dari dalam. Mereka kembar dan namanya
kecenderungan bersaing dan membanding-bandingkan. Boleh dikata tidak mungkin
berpikir Menang/Menang kalau ada mereka.
- Kecenderungan
Bersaing
Persaingan bisa sangat sehat. Persaingan mendorong kita untuk lebih baik,berupaya ekstra. Tanpa persainga kita tidak akan pernah tahu seberapa jauh kita bisa mendorong kemampuan kita. Di dunia bisnis persaingan membuat perekonomian kita makmur. Kemuliaan Pertandingan Olimpiade adalah soal kesempurnaan dan persaingan.
Tetapi ada sisi lain terhadap
persaingan yang tidak menyenangkan. Dalam film Star Wars, Luke Skywalker menemukan suatu perisai energi positif
yang disebut “daya” yang memeberikan
hidup kepada segalanya. Belakangan Luke mengahadapi Darth Vader yang jahat dan
menemukan “sisi gelap” dari daya itu. Seperti yang dikatakan Darth, “Kamu tidak
tahu sih daya sisi gelap itu”. Begitu juga dengan persaingan. Ada sisi cerahnya
dan sisi gelapnya, dan keduanya sama-sama kuat. Bedanya begini: persaingan itu
sehat kalau kamu bersaing terhadap diri sendiri, kalau itu menantang kamu untuk
mencapai lebih tinggi, dan mengerahkan segala kemampuan kamu. Persaingn menjadi
gelap kalau kamu kaitkan harga dirimudengan kemenanganatau kalau kamu
menggunakannya untuk memposisikan dirimu diantara orang lain.
Ketika membaca buku berjudul The Inner Game of Tennis karyya Tim
Galwey, saya temukan kata-kata yang mengungkapkannya dengan tepat. Tulis Tim:
Kalau
persaingan digunakan sebagai cara menciptakan citra diri, dibandingkan dengan
orang lain, yang terburuk dalam diri seseorang akan muncul: maka rasa takut dan
frustasi yang biasa menjadi sangat berlebihan. Seolah-olah ada yang percaya
bahwa hanya dengan menjadi yang terbaiklah, hanya dengan menjadi pemenanglah,
mereka baru bisa mendapatkan kasih serta hormat yang mereka cari-cari.
Anak-anak yang selalu diajarkan untuk mengukur diri mereka begini sering kali
menjadi orang dewasa yang terdorong oleh dorongan meraaih sukses yang
membayangi segala hal lainnya.
- Kecenderungan
Membanding-bandingkan
Saya pernah mendengarnya digambarkan
begini: Hidup ini seperti perjalanan yang penuh hambatan. Masing-masing orang
punya jalannyasendiri terpisah dari jalan orang lain. Jalanmu dilengkapi dengan
hambatan-hambatannya sendiri yang dirancang khusus untuk pertumbuhan pribadimu.
Jadi, apa gunanya mengintip tetanggamu atau melihat hambatan-hambatannya
dibandingkan dengan hambatan-hambatanmu?
Membangun hidupmu berdasarkan pada
bagaimana kondisimu dibandingkan orang lain tidak bijaksana. Kalau saya
mendapatkan ketenteraman saya dari fakta bahwa nilai GPA saya lebih tinggi
daripada kamu atau teman-teman saya lebih populer dari pada kamu maka bagaimana
jadinya jika seseorang muncul dengan nilai GPA lebih tinggi atau dengan
teman-teman yang lebih populer? Membanding-bandingkan diri kia dengan orang
lain membuat kita merasa seperti gelombang lautang diombang-ambingkan oleh
angin. Kita naik turun, merasa rendah diri suatu saat dan merasa super saat
berikutnya, merasa percaya diri suatu saat dan merasa terintimidasi saat
berikunya. Satu-saatunya perbandingan yang baik adalah membandingkan dirimu
terhadap potensimu.
Saya suka cara Paul H. Dunn mengungkapkannya
dalam pidatonya berjudul “On Feeling Inferior”.
Telah
saya perhatikan bahwaa setiap harinya kita temukan saat-saat yang mencuri harga
diri kita. Mereka itu tidak terhindarkan. Ambillah majalah apa saja; akan kamu
lihat orang yang tampak lebih sehat, lebih ramping, atau lebih keren pakainnya
ketimbang kamu. Lihatlah ke sekelilingmu. Selalu ada saja, seseorang yang
tampaknya lebih cerdas, lebih percaya diri, lebih bertalenta. Malah, setiap
harinya kita diingatkan bahwa kita kurang talenta tertentu, bahwa kita membuat
banyak kesalahan, bahwa kita tidak sempurna dalam banyak hal. Dan
ditengah-tengah semuanya ini, sungguh mudah untuk percaya bahwa kita tidak
cukup memenuhi syarat untuk hal-hal besar, melainkan inferior dalam hal-hal
tertentu yang tersembunyi.
Kalau
kamu mendasarkan harga dirimu, perasaan berhargamu, pada apapun di luar
kualitas hati, pikiran, atau jiwamu, kamu mendasarkannya pada pijakan yang
sangat labil. Memang, kita bukan yang terkaya, yang paling bijaksana, yang
paling cerdik. Memangnya kenapa?
Sumber: The 7 HABITS of Highly Effective TEENS, Sean Covey.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar