Minggu, 22 April 2012

7.8. Jangan Biarkan Sekolah Menghambat Pendidikanmu


Nilai itu penting, terutama karena mendukung untuk pekerjaan serta pendidikan lanjutan. Tetapi pendidikan itu lebih dari sekedar mendapat nilai tinggi.

Keluarga saya terdiri dari sekelompok orang yang tidak mampu secara teknis. Saya salahkan gen yang buruk ini kepada ayah saya. Beberapa kali saya melihat beliau mengalami situasi-situasi “yang menantang secara teknis”, seperti ketika beliau membuka pintu mesin mobil (seolah-olah beliau bisa mereparasi sesuatu) atau ketika beliau berusaha mengganti sebuah lampu pijar. Saya perhatikan bagaimana, dalam situasi-situasi seperti itu, otak Ayah saya boleh dikata tertutup dan tidak berfungsi.
Sungguh menggejala! sebagai orang yang proaktif, saya memutuskan untuk mengatasi kelemahan keturunan ini, maka saya pun mendaftarkan diri dalam kursus mekanik mobil pada tahun senior saya di sekolah menengah. Saya pokoknya mau belajar bagaimana caranya mengganti oli, walaupun saya bisa mati karenanya.
Percaya atau tidak, saya mendapatkan nilai dalam pelajaran mekanik itu. Tetapi saya malu mengakui bahwa saya sama sekali belajar sesuatu. Bukannya membayar harganya dengan belajar, saya Cuma banyak memperhatikan dan bukan melakukan. Saya tidak pernah mengerjakan tugas-tugas saya. Dan saya selalu belajar menjelang ujian saya, lalu dapat nilainya, tetapi saya gagal mendapatkan pendidikannya.

Walaupun nilai itu penting, menjadi sungguh terdidik adalah lebih penting lagi, jadi pastikanlah kamu tidak lupa kenapa kamu harus sekolah. 

Dengan berjalannya waktu, telah saya lihat banyak orang mengorbankan pendidikannya karena begitu banyak alasan yang tolol, seperti menganggap mereka tidak membutuhkan pendidikan, atau terobsesi dengan pekerjaan paruh waktu, atau pacar, atau mobil, atau sebuah band musik rock.

Saya juga telah melihat banyak atlit mengorbankan pendidikan mereka demi olahraga. Saya sering tergoda untuk menulis surat kepada atlit-atlit muda yang menjadi begitu terpusat pada olahraga sehingga sama sekali menelantarkan sekolahnya. Malah, saya pernah menulis surat kepada seorang atlit khayalan. Walaupun menulis kepada atlit, surat saya itu berlaku bagi siapapun yang tidak peduli  untuk mengembangkan pikirannya.

Sumber: The 7 HABITS of Highly Effective TEENS, Sean Covey.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar