Sabtu, 14 April 2012

Berpikir Menang


Kebiasaan 4: Berpikir Menang
Hidup Ini Ibarat Buffet Dimana Segalanya Boleh Kamu Makan

Menang/Kalah – Tiang Totem
“Bu malam ini ada pertandingan besar, dan saya mau pakai mobil ya”,
“Maaf Marie, tetapi Ibu perlu mengambil belanjaan malam ini. Suruh saja temanmu menjemput”.
“Tetapi Bu. Selalu saja saya yang dijemput teman-teman. Kan malu”.
“Begini, sudah seminggu kan kamu terus mengeluh tidak ada makanan. Jadi Ibu harus mengambil belanjaan kan”.
“Ah Ibu tidak adil deh,  Ibu tidak peduli sama saya”.
“Ya deh, Ya deh. Pakai mobilnya sana. Tetapi jangan mengeluh lagi ya kalau besok tak ada makanan”.

Marie menang dan ibunya kalah. Ini disebut Menang/Kalah. Tetapi apakah Marie sungguh-sungguh menang? Mungkin ya sekarang, tetapi bagaimana perasaan Ibunya? Dan bagaimana kalau ada kesemptan untuk membalasnya nanti? Itulah sebabnya dalam jangka panjang percuma deh berpikir Menang/Kalah.
Menang/ kalah adalah sikap terhdap kehidupan yang mengatakan bahwa kue sukses itu sudah tetap besarnya, dan kalau kamu mendapat potongan besar, sisanya tinggal sedikit untuk saya. Jadi, saya akan memastikan mendapat potongan besar lebih dulu. Menang/Kalah cenderung kompetitif. Saya menyebutnya gejala tiang totem. “Saya tidak peduli seberapa baiknya saya ini asalkan saya lebih tinggi dari pada kamu di tiang totemnya”. Hubungan persahabatan dan kesetiaan, semuanya bersifat sekunder dibandingkan memenangkan permainannya, menajdi yang terbaik dan bisa suka-suka.
    
Menang/Kalah itu penuh dengan kebanggaan. Kata C.S. lewis, “Kebanggaan bukanlah mendapatkan kesenangan karena memiliki sesuatu, melainkan karena memiliki lebih banyak ketimbang orang lain ... perbandingan yang membuat kamu bangga kesenangan karena unggul dibandingkan dengan yang lain”.
Jangan berkecil hati kalau seskali kamu berpikir Menang/Kalah, karena kita telah dilatih untuk itu semenjak kecil, terutama kita-kita yang dibesarkan di Amerika Serikat. Negara-negara Asia cenderung lebih kooperatif sikapnya

Untuk mengilustrasikan maksud saya, marilah kita ikuti perkembangan Rodney, seorang anak biasa. Pengalaman Rodney yang pertama berkompetisi dimulai ketika ia kelas tiga, di mana ia ikut dalam acara perlombaan dan segera mengetahui bahwa pita hanya diberikan kepada yang pertama, kedua, dan ketiga. Rodney tidak menang dalam lomba apapun tetapi senang karena setidaknya mendapat pita karena berpartisipasi, hingg teman-temannya bilang bahwa “Pita itu sih tidak ada artinya karena semua orang juga dapat satu”.

Ketika masuk sekoah menengah pertama, orangtuanya tidak sanggup membelikannya celana jeans serta sepatu model mutakhir, maka Rodney harus mengenakan model-model yang lebih lama, yang kurang bergaya. Ia mau tidak mau memperhatikan apa yang dikenakan teman-temannya yang lebih kaya, dan seolah-olah ia kurang ememnuhi syarat.

Di sekolah Menengah Atas, Rodney mulai bermain biola dan bergabung dengan orkestra. Di luar dugaannya, ternyata hanya satu orang yang bisa menjadi pemain utamanya. Rodney kecewa ketika ia ditugaskan menjadi pemain kedua tetapi cukup senang karena bukan menjadi pemain ketiga.

Di rumah, Rodney adalah anak kesayangan Ibunya selama beberapa tahun. Tetapi sekarang adiknya, yang kebetulan memenangkan banyak pita pada acara perlombaan di sekolah, mulai mengalahkannya sebagai anak emas ibu. Rodney pun belajar ekstra keras di sekolah. Karena ia berpikir kalau ia mendapatkan nilai yang lebih baik dari pada adiknya mungkin ia bisa menjdi anak emas ibunya lagi.

Universitas di mana Rodney kuliah menggunakan sistem penilaian kurva terpaksa. Dalam mata kuliah kimianya yang pertama, yang didikuti tiga puluh siswa. Rodney melihat bahwa hanya tersedia lima peringkat A dan lima peringkat B. Yang selebihnya mendapatkan peringkat C dan D. Rodney bekerja keras agar terhindar dari peringkat C dan D dan untungnya mendapatkan peringkat B yang terakhir..
       Begitulah kisahnya....

Setelah dibesarkan di dunia seperti itu, anehkah kalau Rodney dan kita yang lain memandang hidup ini sebagai kompetisi dan bahwa yang penting adalah menang? Anehkah kalau kita sering menengok ke sekeliling kita untuk emlihat di mana peringkat kita pada tiang totemnya? Untungnya kita bukan korban. Kita punya kekuatan untuk bersikap proaktif untuk bersikap proaktif dan menguasai semua pengkondisian Menang/Kalah


Sikap  Menang/Kalah itu banyak cirinya. Antara lain seperti berikut ini:
  • Menggunakan orang lain, baik secara emosional maupun secara fisik, demi tujuan sendiri yang egois.
  • Berusaha maju atas pengorbanan orang lain
  • Menyebarkan kabar burung tentang orang lain (seolah-olah dengan menjelek-jelekkan orang lain, kamu jadi terangkat).
  • Selalu memaksakan kehendak tanpa memusingkan perasaan orang lain
  • Menjadi cemburu dan iri kalau sesuatu yang baik terjadi pada seseorang yang dekat denganmu.

Pada akhirnya, Menang/Kalah biasanya akan jadi bumerang. Kamu mungkin menduduki perangkat pada tiang totemnya. Tetapi kamu akan ada di sana sendirian tanpa teman. “Masalahnya dengan perlombaan tikus”, kata aktris Lily Tomlin, “adalah bahwa sekalipun kamu menang, kamu tetap saja seekor tikus”.

Sumber: The 7 HABITS of Highly Effective TEENS, Sean Covey.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar